.dateHeader/>

Hadiah Perjalanan



(credit : unsplash)

Rasanya seperti baru kemarin malam kita berjumpa, berbagi keluh dan kesah selama kita  membangun cerita. Maaf, sepertinya itu bukan kemarin, aku keliru. Itu adalah hari terakhir untuk kita bertemu, hari terakhir untuk menyaksikan dari dekat terbitnya senyum manis di bibirmu. Aku pergi dengan sebuah hadiah, sebuah hal yang setiap hari harus aku tempuh, sebuah hal yang setiap hari akan aku cicipi terus. Sebuah kebiasaan baru, yaitu hidup tanpa kabar darimu, hidup tanpa tawa dan senyum hangatmu. Aku tak apa-apa, sebab yang paling parah, dari itu semua, adalah aku harus terbiasa tanpa ada kata kita.

Biarkan kini aku pergi, seperti apa maumu sebelum ini. Aku akan melakukan apa saja, asal kau merasa bahagia. Aku tak peduli pada diriku, yang aku ingin, hanya kebahagiaan dirimu saja. Berbanggalah, sebab hatimu tak perlu mengalah, tak perlu kata maaf dari segala salah. Aku tak pernah terima untuk sendiri, namun ini permintaan darimu, aku tak bisa menolak apapun yang kamu mau. Tuangkanlah secangkir rindumu nanti, biarkan aku meneguknya hingga tak bersisa lagi. Aku akan menikmati segala sakit hati yang meledak seperti kembang api. Bersinar terang, meski pada akhirnya redup hingga remang-remang.

Aku ingin berkelana, melanjutkan apa yang telah kamu hadiahkan kepadaku. Aku ingin melanjutkan perjalanan, di mana Tuhan akan mengarahkanku pada sebuah pertemuan, dengan seorang perempuan, yang nanti akan memberikanku apa yang seharusnya aku dapatkan. Siapapun orangnya, kelak, dia akan aku perlakukan sama, seperti aku memperlakukan kamu dulu. Namun bedanya, aku telah belajar banyak setelah ini, tentang bagaimana cara memperlakukan perempuan dengan layak. Jangan pernah ada penyesalan, sebab itu semua sudah ditakdirkan. Kita hanya perlu melewati sebuah proses, hingga akhirnya kita mendapat pelajaran tanpa harus protes. Simpanlah apa yang masih kamu anggap berharga dari kebersamaan kita dulu, jika tidak ada, ya sudah, tidak apa-apa. Mungkin memang tidak lagi ada harganya.

Wajahmu, semakin terlihat lucu, sempat menjadi candu hingga hadirkan rindu yang tak tentu. Kamu masih orang yang aku anggap lucu, orang yang aku anggap sebagai biang rinduku. Tapi sekarang, semua hanya sebuah masa lalu, sesuatu yang harus aku biarkan berlalu. Hidupku, saat ini, bukan hanya tentang memikirkan cara melupakanmu. Aku tak melupakanmu dengan sengaja, aku biarkan waktu yang melakukannya dengan semestinya. Aku tak mengeluarkan dirimu dari pikiranku, aku hanya membiarkan orang lain kelak memenuhi pikiranku. Pelukku dan perhatianku nanti akan tertuju bukan padamu, begitu juga denganmu. Aku harap kamu menikmati semua keputusanmu, agar aku terbiasa tanpamu. Dan agar aku bisa, kembali menjadi baik-baik saja.

1 comment: