.dateHeader/>

Tidak Ada Senja Hari Ini


(credit: unsplash)

Kita sering menghabiskan waktu di hadapan laut untuk menyaksikan senja yang perlahan hilang dimakan gelapnya malam. Aku begitu memuja senja, memujamu sebagai senja di hidupku. Wajahmu adalah candu yang semesta ciptakan untuk aku kagumi. Senyummu adalah permata yang Tuhan ciptakan untuk aku nikmati.

Kita duduk berdua, sebagai dua orang yang tak berani menyampaikan rasa, sebagai dua orang yang gemar menikmati senja. Pantai dan pasir putihnya membuatku mengingatmu, seorang gadis yang sekarang entah bagaimana kabarnya. Kamu meninggalkanku dengan deburan ombak yang sama, dengan butiran pasir yang sama, namun dengan perasaan yang berbeda.

Kamu meninggalkanku dengan rasa rindu yang sama sekali tak mampu aku bunuh. Rindu ini tak mau pergi sampai ia menemui pemiliknya. Aku kadang datang ke pantai sendirian, mungkin saja kamu sedang menatap senja sendirian. Namun aku salah, tidak ada senja hari ini. Ia pergi bersamaan dengan kepergianmu sore itu. Hari paling lama dalam hidupku, waktu terus berdetik, namun jantungku seolah tak berdetak.

Aku tidak memaksamu untuk kembali, aku hanya berharap kamu akan kembali. Jika kepergianmu adalah kebahagiaan yang kamu inginkan, tinggalkan saja aku, aku akan berusaha menjadi baik-baik saja. Pergilah dengan petunjuk, pergilah dengan meninggalkan jejak. Jika kamu tersesat dan ingin kembali, maka kamu tak akan kesulitan. Jika aku rindu dan ingin bertemu, maka aku bisa dengan mudah mencarimu.

Biarkan rindu ini tetap tinggal bersamaku, aku tak tega membunuhnya. Rinduku ini milikmu, hatiku juga. Bawalah, kemanapun kamu melangkah. Pulanglah, jika semesta menakdirkanku sebagai rumah yang akan kamu tuju pada akhir perjalananmu. Hati-hati ya, sayang. Maaf, tak sepantasnya aku menyebutmu sayang, aku terlalu bodoh buatmu. Tersenyumlah, buat mentari dan rembulan tetap cemburu akan kecantikanmu itu, ya.

0 comments:

Post a Comment