.dateHeader/>

Persepsi Sendiri



Sepasang bola mata indahmu, senyum manis dari bibir mungilmu, membuat aku tak dapat berhenti menatapmu. Sejak awal kita bertemu, aku selalu menatapmu dalam malu. Mimpiku, hanya bisa menggenggam tanganmu, meski ragu menyelimuti realita, tapi aku yakin, hatimu dapat aku genggam nantinya. Setiap hari aku menatapmu, hatiku selalu memintaku untuk menjadikanmu milikku.

Kita mencintai dalam persepsi masing-masing. Aku mencintaimu, sedangkan kamu, aku tak tahu untuk siapa cintamu tertuju. Waktu tak masalah buatku, berapa lamapun hatimu ingin berkelana, aku tak keberatan untuk menunggunya. Aku yakin, Tuhan selalu merencanakan sesuatu yang tak pernah kita duga. Kita tak selamanya mendapat apa yang kita ingin, namun kita pasti mendapat apa yang kita butuhkan.

Kini kamu mencintaiku, tapi aku tahu, kamu tak mencintai semua bagian dari diriku. Kamu hanya mencintai apa yang ingin kau lihat. Maaf, aku tidak seburuk yang kamu pikirkan, dan aku tidak sebaik yang kamu harapkan. Mungkin kita dipertemukan bukan untuk dipersatukan selamanya, namun untuk diberikan pelajaran agar bisa menjadi yang lebih baik dari sebelumnya.

Setelah ini, setelah semuanya telah usai, sudikah kamu untuk kembali bertamu? Setelah jarak membuat kita tak bertemu, dan waktu membuat kita tak bersatu, mari kita tuntaskan rindu yang lama tak dijamu. Datanglah, tak masalah, aku tak pernah marah. Duduklah di teras hatiku, hangatnya masih seperti dulu, seperti saat kamu memiliki itu. Akan aku suguhi kamu secangkir teh hangat, sehangat pelukmu yang masih melekat. Marilah kita berbincang, tentang apa aja yang telah hilang. Mungkin kau tak ingin berbicara banyak, atau mungkin hatimu ingin cepat beranjak. Tunggulah sebentar, aku hanya ingin melihat wajahmu yang berbinar, ku hanya ingin melihat senyummu yang bersinar.

Aku tak memohon kamu untuk kembali, kamu akan selalu menjadi bagian dari hati ini, meski kita tak saling memiliki lagi. Aku tidak berhak meminta kembali apa yang sudah pergi. Aku hanya ingin bertanya, satu hal yang memenuhi kepala, mengapa kau meninggalkan apa yang telah sepenuhnya menjadi milikmu?

.dateHeader/>

Kembali Patah Hati





Aku kira kau matahariku, yang akan selalu menemani dan menerangi hari-hariku. Tapi memang matahari tak selamanya akan berpijar, ada kalanya ia tergantikan oleh gulita malam. Aku selalu menikmati segala warna kepergian matahari yang berupa senja, tapi kepergianmu, aku tak tahu bagaimana harus menikmatinya. Tak ada satupun warna indah yang aku lihat seperti saat aku melihat tenggelamnya matahari. Kita dulu pernah duduk bersama, di pinggiran pantai dengan dentuman ombak yang beriak. Kita begitu damai dengan oranye senja yang menghiasi, bolehkah aku bertanya? Apakah pertemuan kita tak seperti rotasi bumi yang tak pernah berhenti? Apakah pertemuan kita hanya seperti indahnya matahari terbit sampai senja berakhir saja? Indah, indah dan indah, namun hancur dan gelap saat semua telah usai.

Ke mana aku harus berlabuh saat ini? Lautan cintamu tak bisa aku arungi lagi. Tak ada lagi derasnya aliran cinta yang aku rasakan. Ku rasa aku terjebak lagi, di titik awal aku memulai, di saat hati tak berbentuk lagi, di saat kamu tak pernah kumiliki lagi. Ke mana aku harus mencari? Kabut penyesalan menutupi pikiran, menghirup asap rindu menjadi kebiasaan. Bagaimana aku akan menuntaskan? Aku bingung, aku terjebak dalam labirin kesedihan.

Kita memang tak bersama lagi, hanya menyisakan bayang halusinasi. Apakah kita harus berlari untuk menjauhi?  Kita masih menatap langit yang sama, kita masih memijak bumi yang sama. Tapi perasaan kita apakah bisa menjadi seperti sedia kala? Aku tak pernah membenci apapun yang sudah aku cintai. Aku tahu betul, jika apa yang sudah dimulai cepat atau lambat pasti harus diakhiri. Ucapan selamat pagi, kini semuanya telah pergi. Harapan untuk tinggal, kini menyisakan selamat tinggal. 

Aku tak pernah tahu, apakah aku harus berlari menjauhimu, atau hanya berlari mengejarmu. Aku mencintaimu sepenuh hati, aku tetap mencintaimu meski waktu kini tak pasti. Pergilah sejauh yang kamu inginkan, aku tak akan mengganggumu lagi dengan sapaan. Aku masih orang yang sama, seperti saat terakhir kali kita bertukar rasa. Kembalilah bertamu, jika hatimu merasa jemu. Bersandarlah, tak masalah. Aku tahu berlari hanya menciptakan lelah. Aku tak akan berubah, aku masih orang yang hatimu kenal ramah.

Mungkin kita dipersilakan untuk memperbaiki diri masing-masing dengan perpisahan. Kelak, jika kita direstui untuk kembali bercengkrama, kita akan menjadi dua pribadi yang berbeda, sebagai orang yang lebih baik dari sebelumnya. Jika tuhan mengizinkan, maka pelukku akan menjadi milikmu kembali, kecup ku akan mendarat di keningmu lagi. Tuhan selalu punya rencana yang tidak pernah kita duga, jika kita benar-benar bisa kembali bersama, maka aku akan mencintaimu dengan cara yang berbeda, yang lebih membuatmu bahagia.