.dateHeader/>

Representasi Imajinasi


(Credit: unsplash)

Di bawah langit abu-abu yang tak bertuan, ada sebuah hati yang berjalan tak karuan. Seolah-olah sedang pergi dan mencari apa yang bisa ia sayangi. Entah hati siapa itu, yang aku tahu, hatiku sedang tidak ada pada tempatnya. Aku melihat jam terus berjalan maju, hari terus berganti, dan aku terus merindukanmu. Mungkin rindu ini adalah hal yang akan terus berpihak kepadaku. Menjadi sebuah oksigen dalam kehidupanku. 

Dalam sebuah perjalan panjang, ketika aku menemukanmu, aku merasa jika aku telah menemukan duniaku. Aku telah menemukan di mana aku akan tinggal selamanya. Namun nyatanya, aku hanya singgah sementara. Bukan sebab aku yang ingin pergi, tapi pemilik hati itu yang memintaku untuk kembali berlari. Aku cukup tenang saat lelap di pelukanmu. Aku cukup nyaman saat bersandar di pundakmu. Iya, semua itu cukup, tepatnya cukup singkat.

Setelah ini, kakiku tak tahu bagaimana harus berpijak di duniaku yang tidak bersamamu lagi? Bagaimana aku bisa bernafas jika separuh nafasku kini sudah bukan milikku lagi? Entahlah, yang aku tahu kini dalam diriku sudah mati. Terutama setelah sebuah kalimat perpisahan terakhir darimu yang masih aku ingat. Setalah aku mendengar itu, aku tahu jika Tuhan menyadarkanmu bahwa aku bukanlah pria yang tepat untukmu. Aku mungkin tidak baik, namun aku sudah berusaha menjadi yang terbaik untukmu. Jika aku bisa menemuimu sekali lagi, maka izinknlah aku meminta maaf untuk kebodohanku selama ini. Maaf jika aku jatuh cinta kepadamu, dan maaf untuk membuat hatimu yang baru sembuh itu kecewa kembali.

Setelah ini, izinkan aku tetap menjadi pria seperti yang kamu kenal dulu. Aku masih orang yang sama jika kamu suatu saat nanti kembali menemui aku. Aku tidak pernah berubah, bahkan perasaanku tidak akan pernah berubah. Yang berubah hanya status kita, yang berubah hanya keadaan kita, dan yang berubah hanyalah sebutan kita satu sama lainnya. Sekali lagi, aku ingin berterimakasih pada semesta, sebab telah membuatku tersesat di sebuah hati dan aku tak pernah bisa keluar dari sana.

0 comments:

Post a Comment